Rabu, 13 September 2023

Makalah Sejarah Peradaban Dakwah Islam Periode Klasik

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Perjalanan sejarah Islam ke dalam tiga bagian besar beserta cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Periode klasik, yang dimulai sejak Rasulallah SAW. Menyampaikan seruannya sampai masa runtuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 656 H/1258 M. Cirinya ialah tanpa menutup mata terhadap adanya dinasti-dinasti kecil, Dinasti Umaiyah Barat yang berkedudukan diAndalusia dan interengum (masa peralihan pemerintahan) Dinasti Fatimah di Mesir, masih ada satu kekuasaan politik yang kuat dan disegani. Dalam periode klasik inilah umat Islam mencapai prestasi-prestasi puncak di bidang kebudayaan.
2.      Periode pertengahan yang dimulai sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah sampai abad ke-11 H/17 M. Ciri-cirinya ialah kekuasaan politik terpecah-pecah dan saling bermusuhan. Osmanli Turki, Mamluk Mesir, Umaiyah Barat di Andalusia, Mamluk India, dan berdirinya kerajaan-kerajaan Muslim yang berdaulat sendiri-sendiri.
3.      Periode modern, yaitu sejak abad ke-12 H/18 M sampai sekarang. Dalam periode ini umat Islam sudah tidak memiliki kekuatan politik yang disegani. Dinasti Turki Osmanli yang pernah menggedor pintu Wina sudah mendapat julukan The Sick Man of Europa. Bukan saja Turki sudah tidak mampu memperluas wilayah dibagi-bagi antara Inggris, Perancis dan Rusia. Wilayah Turki Barat seperti sepotong kue yang menjadi rebutan antara kekuasaan-kekuasaan besar Barat. Bekas jajahan setiap Negara Barat inilah yang kemudian melahirkan Negara-negara baru setelah Perang Dunia I.[1]
Dewasa ini, peran dan fungsi filsafat mengalami perkembangan dalam posisi approach (pendekatan). Filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal, dan radikal, yang mengupas sesuatu secara mendalam ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain.
Dengan demikian, dengan menggunakan analisa filsafat, berbagai macam ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana corak pemikiran pada masa nabi?
2.      Bagaimana corak pemikiran pada masa Khulafaurrasyidin?
3.      Bagaimana corak pemikiran pada masa tabi'in?
4.      Bagaimana corak pemikiran pada masa Periode Tabi al-Tabi’in?
5.      Bagaimana corak pemikiran pada masa Periode pasca Tabi al-Tabi’in?
6.      Bagaimana Aktivitas Pemikiran Dakwah Sebagai Aktivitas Kebudayaan dan Peradaban Islam?

C.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah
2.      Untuk memahami dan mengetahui corak pemikiran pada masa klasik




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Corak Pemikiran Pada Periode Nubuat (Nabi)
Kegiatan dakwah pertama dari para nabi dan tujuan mereka yang terbesar di setiap zaman dalam setiap lingkungan adalah menegakan keyakinan Tauhidullah dan beribadah hanya kepada-Nya yang menjadi tugas fitri kemanusiaan sebagai khalifah dan Abdi Allah di muka bumi. Dan disampaikan pula pesan utama tentang perjalanan hidup manusia, yaitu al-mabda (asal kehadiran manusia), al-wasath (keberadaan manusia di alam kesadaran duniawi), al-ma’ad (tempat kembali mempertanggungjawabkan tugas fitri kemanusiaan).[2]
Adapun tugas-tugas kenabian dapat disimpulkan dalam tiga perkara. Pertama, seruan untuk beriman kepada Allah dan ke-Esaan-Nya. Kedua, iman kepada hari akhir dan balasan terhadap amal-amal pada hari itu. Ketiga, penjelasan hukum-hukum yang di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Berkenaan dengan missi para nabi dipusatkan dan diarahkan kepada pemberantasan berhala di masa-masa mereka, yang tercermin dalam bentuk penyembahan patung-patung, berhala-berhala dan orang-orang suci, baik orang yang masih hidup maupun sudah mati.
Seandainya akal manusia bertindak sendirian dalam memahami kebenaran-kebenaran ini, maka tidak akan dapat menjangkaunya, khususnya dalam perkara-perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia dan pengetahuan tanpa wahyu yang disampaikan Allah kepada nabi-nabi.[3] Para filosof Yunani dan lainnya telah berusaha mempelajari ke-Tuhana-an, maka mereka pun mengemukakan pendapat-pendapat yang saling bertentangan sebagaimana para ulama di zaman ini berbeda pendapat dalam menafsirkan ke-Tuhana-an. Sementara para nabi datang membawa kepastian dalam penafsiran dan penentuan kekuatan Ilahi dengan pendapat yang menentramkan hati.
Dari 25 nabi yang disebutkan dalam Al-Quran ada yang diberi al-Kitab, Shuhuf (lembaran wahyu), dan Hikmah. Secara eksplisit nabi yang diberi hikmah selain al-kitab adalah nabi Daud a.s, Sulaeman a.s, Isa a.s dan nabi Muhammad saw. selain para nabi, ada seorang hamba Allah swt yang secara eksplisit disebutkan dalam al-Quran oleh Allah SWT diberi hikmah, yaitu Luqman. Dan nama Luqman ini menjadi nama salah satu surah dalam mushhaf al-Quran yaitu surah Luqman surah ke 31. Dan dari surah Luqman inilah dapat dibangun secara spesifik struktur filsafat dakwah.[4]
Luqman al-Hakim hidup sezaman dengan nabi Daud a.s yang juga diberi hikmah oleh Allah swt. Luqman ini adalah bapak filsafat selain nabi, sebagai filosof pertama Yunani, yaitu Empedockles berguru kepada Luqman kemudian menyusul Pytagoras murid Empedockles, setelah itu secara berturut-turut menyusul Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kelima filosof ini hidup dalam rentangan kurun waktu antara nabi Daud a.s hingga sebelum nabi Isa a.s. dan salah seorang murid Aristoteles adalah Alexander (Iskandar Zulkarnaen), ia belajar hikmah kepada Aristoteles selama 20 tahun.
Maka jalur pemikiran hikmah (kefilsafatan) para filosof yang bukan nabi yaitu Luqman dan generasi yang berikutnya, maka menisbahkannya pemikiran filosofis itu kepada Hermes, dan rentangan waktu antara Hermes hingga awal hijrah nabi terakhir adalah  kurang lebih 3725 tahun (perhitungan menurut Abu Ma’syar).[5]

B.     Periode al-Khulafa al-Rasyidun
Estapeta aktivitas dakwah dalam tataran teoritis dan praktis, sepeninggal rasul terakhir Muhammad saw dilanjutkan oleh pelanjutnya, yaitu al-Khulafa al-Rasyidun (para pelanjut yang memperoleh dan melaksanakan Islam ingga bimbingan kehidupan). Pemikiran dakwah yang berkembang pada periode ini adalah metode naql dan aql secara seimbang orientasi utama pengembangan dakwah berupa futuhat yaitu konsolidasi dan ekspansi Islam di semenanjung Arabia dan sekitarnya. Produk pemikiran dan aktivitas dakwah al-Khulafa al-Rasyidun ini disebut atsar shahabat, yang memuat khazanah Islam. Merek adalah Abu Bakar (632-634 M), Umar Ibn Khathab (634-644 M), Usman Ibn Affan (644-655 M), dan Ali Ibn Abi Thalib (656-661 M)
Perlu diketahui, bahwa futuhat adalah proses menghadirkan dan mendatangkan Islam ke daerah-daerah yang dituju dengan tidak memaksa rakyat (mad’u) untuk merubah agamanya, mereka menerima dan memeluk Islam bukan karena paksaan tetapi atas dasar pilihan dan kebebasan kehendaknya setelah mempertimbangkan secara obyektif-proposional terlebih dahulu.[6]
Adapun hikmah praktis telah diperoleh para al-Khulafa al-Rasyidun melalui prilaku, banyak mengamalkan ilmu dengan jujur dan ikhlas, istiqamah, pengalaman dan kemahiran, strategi yang bijak, dan memahami sendi-sendi dakwah mereka memandang penting penggunaan akal dalam kehidupan, misalnya, berikut ini sebagai contoh pandangan khalifah Ali r.a dalam syair: “bila Tuhan menyempurnakan akal seseorang, sempurnalah akhlak dan kepakaran orang itu. Pemberian Allah yang paling utama bagi seseorang adalah akalnya, karena tidak ada kebaikan yang sebaik akal. Dengan akal, seorang pemuda dapat hidup eksis di tengah manusia, karena ilmu dan pengamatannya senantiasa rasional.

C.     Periode Tabi’in
Bicara tentang tabi’in, Tabi’in adalah mereka yang hidup sesudah generasi sahabat nabi. Mereka adalah orang-orang yang mampu bersikap bijak dalam menyalurkan kewajiban dakwahnya. Tokoh pemikir dakwah (rijal al-dakwah) pada periode ini diantaranya adalah Said bin Musayab, Hasan bin Yaser al-Bashri, Umar bin Abd al-Aziz dan Abu Hanifah. Umar bin Abd al-Aziz adalah seorang khalifah pada zaman Daulah Bani Umayah.[7]
Adapun hikmah praktis yang dikembangkan oleh keempat tokoh pada periode ini adalah memulai dengan memperbaiki diri sendiri, memperbaiki keluarga, memperbaiki umat, mengembangkan dakwah dengan surat, menanamkan perasaan takut kepada Allah, berpegang teguh pada agama Allah, dan memperhatikan umat non muslimin.
Pada zaman ini, metode pemikiran dakwah lebih banyak menggunakan penalaran metode muhaditsin, yang lebih banyak berorientasi pada naql ketimbang ‘Aql sebagaimana digunakan dalam penalaran metode mutakalimin.

D.    Periode Tabi al-Tabi’in
Sebutan Tabii al-tabiin adalah ditujukan bagi generasi yang hidup setelah tabiin yang mendapat nilai keutamaan. Tokoh utama pada periode ini yang tergolong rijal al-dakwah Imam bin Anas, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal. Periode a dan b dapat dikategorikan pula sebagai periode Salaf, dan setelah periode salaf disebut periode Khalaf. Kajiannya lebih berorientasi pada syariat sebagai pesan dakwah. 
Adapun hikmah praktis yang dikembangkan pada periode ini tidak jauh berbeda dengan hikmah praktis (2) bagian (a) yang telah dikemukakan. Namun dapat ditambahkan bahwa rijal al-dakwah pada periode ini menonjolkan sikap dan perilaku hikmah, yaitu berpikir sebelum menjawab dalam berdialog, menolak sesuatu secara bijak dan bertindak tegas dalam hal kebenaran. Sedangkan hikmah teoritis yang dikembangkan pada periode tabii-al tabiin adalah metode penalaran mutakalimin dengan tidak mengabaikan metode penalaran muhaditsin.


E.     Pasca Periode Tabi’I al-Tabi’in
Pada periode ini dapat dikategorikan sebagai periode khalaf, suatu periode dengan 300 tahun setelah zaman nubuwah. Hikmah teoritis dan hikmah praktis dikembangkan dengan metode penalaran yang pernah berkembang sebelumnya dengan ditandai munculnya berbagai corak pemikiran di dalam berbagai bidang kajian keislaman sebagai hasil dari akumulasi interaksi antarbudaya dalam perjalanan aktivitas dakwah sebagai aktualisasi dari hikmah (pemikiran filosofis dakwah.[8]
Dalam tataran hikmah teoritis dari segi metodologi pada periode khalaf ini dapat digolongkan kepada: Pertama, kelompok pengguna penalaran Isyraqi (iluminasionisme) pendukung metode yang dikembangkan oleh Plato dengan tidak mengabaikan metode naql. Kedua, kelompok pengguna penalaran masya’I (peripatetisisme) pendukung metode yang dikembangkan oleh Aristoteles dengan tidak mengabaikan metode naql. Rijal al-dakwah pendukung metode sebagaimana disebutkan diatas adalah kelompok Mu’tazilah, Asyariyah dan  Syi’ah. Mereka telah mengkaji tentang konsep teologi sebagai pesan dakwah, konsep manusia dan konsep alam. Dari kalangan sufi yang menggunakan metode irfan, pemikiran mereka lebih menekankan pada kontek dakwah nafsyiyah (internalisasi ajaran Islam pda tingkat intra individu), antar pribadi dan kelompok di atas dasar cinta kepada Tuhan dengan tidak mengabaikan dasar syariat yang lebih mengatur aspek perilaku lahiriyah.[9]

F.      Aktivitas Pemikiran Dakwah Sebagai Aktivitas Kebudayaan dan Peradaban Islam
Dalam hal ini, penelusuran, pelacakan, dan pengkajian perkembangan pemikiran dakwah dapat pula dipandang sebagai aktivitas kebudayan dan peradaban Islam dengan menggunakan alur berpikir kesejarahan. Dengan demikian, maka perkembangannya dapat distrukturkan ke dalam periodesasi.[
Periode klasik merupakan masa kemajuan Islam I, yaitu pada tahun 650-1000 masehi. Pada tahun 1000-1250 masehi merupakan masa disintegrasi. Pada periode berikutnya, yaitu periode pertenganhan merupakan masa kemunduran I (125-1500 M). yang selanjutnya adalah periode modern, yaitu pada tahun 1800 sampai sekarang. Pada tiga periode ini, pada hakekatnya kegiatan pemikiran dan aktivitas dakwah berlangsung, sebab jika kegiatan dakwah itu berhenti, maka akan berhenti pula perkembangan kehidupan umat Islam di alam jagat raya ini.






BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya (interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi bahwa filsafat sebagai alat analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat Islam terbagi dalam periode awal jaman permulaan Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa al-Rashidin, periode klasik yang dimulai dari pasca pemerintahan khulafa al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat, rentang itu dapat pula dimulai dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran kekuasaan Islam secara politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan filsafat Islam yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai corak pemikiran pada masa klasik, semoga dapat bermanfaat bagi rekan sekalian. Kritik dan saran sangat emakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Bani Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004)

Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002)

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003)

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam,  (Pustaka Bani Quraiys, cet. ke-1, 2004)




[1] Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Bani Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004) h. 27
[2] Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. (Pustaka Bani Quraisy. Bandung. Cet. ke 1. 2004) h. 32
[3] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002), h. 150
[4] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. (Kalam Mulia. Jakarta. Cet. ke 1. 2002), h. 153
[5] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 18.
[6] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. ke 1, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 21
[7] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. ... , h. 169
[8] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam (Pustaka Bani Quraiys, cet. ke-1, 2004), h.32.
[9] Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Terj.). Jilid 1 dan 2. ... , h. 170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Sejarah Peradaban Dakwah Islam Periode Klasik

  BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Perjalanan sejarah Islam ke dalam tiga bagian besar beserta cirri-ciri sebagai berikut: 1.      ...